Pancasila adalah ideologi yang terbaik dan paling sempurna bagi Bangsa Indonesia karena digali dari bumi pertiwi. Dengan begitu, nilai-nilai Pancasila tidak akan berbenturan dengan agama, budaya dan adat-istiadat yang sangat beragam berkembang di Indonesia. Maka dari itu jika kita oleh meminjam kata- kata dari Ir. Soekarno enggan disebut sebagai “pencipta” Pancasila. “Aku tidak mengatakan bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah”. Ideologi Pancasila boleh dibanggakan sebagai ideologi terbaik bagi bangsa Indonesia, bahkan terbaik di muka bumi ini karena mencakup seluruh sendi kehidupan manusia mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Jadi kalau ada orang, kelompok, maupun Golongan yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, maka mereka bukan WNI dan silakan keluar dari NKRI ini.
Latar belakang sikap beberapa pihak dalam masyarakat yang menolak pancasila sebagai dasar negara adalah sikap merubah sistem yang ada di indonesia menjadi sistem berbasis syariat agama islam/khilafah, ini disebabkan karena Mayoritas Warga negara Indonesia beragama islam, hampir bahkan menurut Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,23 juta jiwa pada Juni 2021. Dari jumlah tersebut, sebanyak 236,53 juta jiwa (86,88%) beragama Islam. Artinya mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dimana mereka perpandangan dalam system Pancasila saat ini ada unsur kapitalis dan ketidakadilan sangat kentara atau terlihat dan ini dapat ditekan seminim mungkin. Dengan menggunakan system syariat Islam, dan Beberapa pihak beranggapan mengubah bangsa indonesia menjadi negara khilafah akan membawa kebaikan yang lebih karena menerapkan aturan dari alqur’an secara keseluruhan, jika itu terjadi maka terlebih dahulu kita akan mencabut beberapa sila dari Pancasila, dan mungkin Kembali kepiagam Jakarta.
Alasan banyak pihak yang tetap ingin mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, dan tidak perlu dirubah adalah. Tepat pada 18 Agustus 1945, Pancasila resmi menjadi dasar negara Indonesia. Rumusan Pancasila yang sah tercantum dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pancasila sendiri memuat nilai-nilai yang dijadikan pedoman berbangsa dan bernegara untuk menyatukan bangsa Indonesia yang beragam. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dalam Pancasila merupakan buah pemikiran dari para pendiri bangsa yang terinspirasi oleh nilai-nilai adat istiadat serta nilai religius yang dimiliki masyarakat Indonesia. Disini saya menekankan pada ucapan Ir. Soekarno enggan disebut sebagai “pencipta” Pancasila. “Aku tidak mengatakan bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah”. Sudah jelas dan terang bahwa Pancasila Murni digali dari berbagai macam suku bangsa, agama, Ras, dan golongan yang mana sama- sama bersepakat dan saling menjaga dan mengisi satu dengan yang lainnya, sehingga sila- sila yang berada didalam Pancasila saling keterkaitan sangat erat dan tiada dapat dipisahkan. Jimly Asshiddiqie dalam buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara menjelaskan bahwa dorongan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menentukan kualitas kemanusiaan seseorang di antara sesama manusia. Maka tidak mengherankan apabila Pancasila dipilih sebagai dasar negara untuk mewujudkan kehidupan yang teratur dan terarah dengan baik. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan sumber hukum utama yang mendasari pasal-pasal dalam UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan, C.S.T Kansil dalam buku Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara mengatur kehidupan sosial, susunan dan sistem perekonomian negara, sistem politik dan kehidupan politik, kehidupan berbudaya, hubungan antar rakyat, kekuasaan yang menyangkut hak asasi manusia, dan kehidupan perundang-undangan. Terlebih ancaman terhadap persatuan dan kedaulatan bangsa akan selalu hadir, sehingga dapat menjadikan Disintegrasi bangsa, dan perpecahan dapat terjadi. Dasar negara, yakni Pancasila dapat menjadi benteng untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Masalah Rasisme yang terjadi di America ( USA ), sudah ada semenjak lama yang boleh dikatakan secara Rasisme sistemik Amerika dimulai dengan perbudakan dan berbagai kode atau undang-undang negara bagian atau federal yang mengodifikasi praktik perbudakan chattel yang tidak manusiawi menjadi hukum. Amerika Selatan adalah “masyarakat budak”, bukan hanya masyarakat dengan budak. Namun, setelah penghapusan perbudakan, hukum yang mirip dengan kode budak terus menindas orang kulit hitam. Setelah Perang Saudara, “kode hitam” ini memiliki tujuan eksplisit untuk merampas hak orang Amerika kulit hitam yang baru dibebaskan, yang telah mereka menangkan. Kode hitam bervariasi dari satu negara ke negara lain, tetapi dasar hukum mereka berpusat pada undang-undang gelandangan yang memungkinkan seorang Afrika-Amerika ditangkap jika ia menganggur atau kehilangan tempat tinggal. Lalu mengapa kita harus melihat jauh- jauh ke America yang disebut sebagai Negara Adipower, pertanyaan saya adalah, apakah ada Masalah Rasisme di Indonesia ?. “ jawabnya ada, mari kita lihat masalah Rasisme yang berada diIndonesia dimana setelah saya membaca beberapa Literatur, Browsing maka ada yang sangat terjadi di Indonesia dimana pada Masyarakat.
Masyarakat Papua telah lama mengalami perlakuan rasis di Indonesia, tapi mereka selalu dituntut untuk diam saja demi persatuan dan keharmonisan. Ada Sebagian yang beranggapan bahwa masyarakat Papua biang masalah dan aktivis politik yang diam-diam mendukung separatisme, khususnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Oleh karena itu, mereka harus memantau, mengawasi, dan menggerebek asrama-asrama ini. Ada juga, Pihak berwenang menganggap orang Papua perlu diajar untuk tunduk pada otoritas. Jadi, selain ancaman dan penggerebekan, mereka diminta melakukan kerja fisik untuk petugas setempat. Mahasiswa Papua kerap dilecehkan oleh mahasiswa lain; ditanya apa pernah memakai koteka, apa memasak pakai api kayu, apa berburu dan mencari makan di hutan karena mereka primitif. Itu hanya Sebagian contoh kecil yang coba saya angkat masih banyak lagi Rasisme yang terjadi di Indonesia namun itu dipendamkan dan ditarus didalam Peti Es, dan dibuang ke Negeri Antah Berantah, sehingga saya berpendapat dengan seorang Sosiolog asal Inggris Gail Lewis [menjelaskan] bahwa konsep rasialisme (rasialisation) mengacu pada gagasan lama bahwa ras adalah karakteristik biologis dan juga mengacu pada gagasan baru bahwa budaya adalah penanda perbedaan. Tidak ada fakta biologis tentang ras — semua manusia saling berhubungan secara genetis, namun pemikiran tentang ras selalu ada dalam imajinasi sosial. Selama kita masih berpikir bahwa budaya, etnis, atau warna kulit berpengaruh pada kemampuan, sikap, motivasi, bahkan cara berpikir dan gaya hidup, maka rasisme akan selalu ada.
Coba kita lihat dalam ideologi keseharian di Indonesia. Apakah ada suku tertentu yang diakui karena kecantikannya? Kemampuan bisnis? Kemampuan artistik? Kecakapan fisik? Apakah perempuan dari suku tertentu dianggap sebagai calon istri yang lebih baik dibandingkan perempuan dari suku lain? Apakah ada suku tertentu yang dianggap lebih keras kepala, lebih patuh, lebih disiplin, lebih emosional, lebih bisa kerja keras, atau lebih menarik?. Indonesia memiliki banyak gagasan semacam itu, beberapa di antaranya sudah ada sejak era kolonial Belanda. Maka dari pada itu mari sahabat- sahabat ku, kita menjunjung tinggi dari Makna Semboyan Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda- beda Namun tetap satu jua, hanya dengan hal semudah itu kita dapat menepis dan menangkal pihak- pihak baik dari dalam Negeri maupun luar Negeri yang ingin menggantikan Faham Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain, buat mereka tiada hidup dibumi Indonesia ini.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang sejak tahun 1999 melakukan perubahan terhadap UUD 1945 berpedoman pada lima kesepakatan dasar yang salah satu di antaranya adalah “tidak mengubah Pembukaan UUD 1945” yang telah ditetapkan oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Keputusan untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 tersebut merupakan keputusan yang tepat, baik secara filosofis maupun secara politis, dalam hidup bernegara bagi bangsa. Secara filosofis, Pembukaan UUD 1945 merupakan modus vivendi (kesepakatan luhur) bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam ikatan satu bangsa yang majemuk. Ia juga dapat disebut sebagai tanda kelahiran (akta) karena sebagai modus vivendi di dalamnya memuat pernyataan kemerdekaan (proklamasi) serta identitas diri dan pijakan melangkah untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara. Jika pembukaan di ubah maka Indonesia yang ada bukanlah Indonesia yang aktenya dikeluarkan pada tanggal 17 Agustus 1945, melainkan Indonesia yang lain. Dari sudut hukum, Pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila itu menjadi dasar falsafah negara yang melahirkan cita hukum (rechtside) dan dasar sistem hukum tersendiri sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia sendiri. Pancasila sebagai dasar negara menjadi sumber dari segala sumber hukum yang memberi penuntun hukum serta mengatasi semua peraturan perundang-undangan termasuk Undang-Undang Dasar. Dalam kedudukannya yang demikian, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila yang dikandungnya menjadi staatsfundamentalnorms atau pokok-pokok kaidah-kaidah negara yang fundamental dan tidak dapat diubah dengan jalan hukum, kecuali perubahan mau dilakukan terhadap identitas Indonesia dari aslinya yang dilahirkan pada tahun 1945. Secara politik, kesepakatan MPR untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 juga sangatlah tepat sebab gerakan reformasi, yang salah satu agendanya, amandemen atas UUD 1945 terkait dengan upaya pembenahan sistem dan struktur ketatanegaraan guna membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak sewenang-wenang. Untuk membenahi sistem dan struktur ketatanegaraan itu, yang diperlukan hanyalah mengamandemen isi-isi (Pasal-Pasal yang dulu disebut Batang Tubuh) UUD 1945 tanpa mempersoalkan Pembukaan melainkan bersumber dari Pasal-Pasal UUD 1945 tersebut.
Mengapa kita harus tetap Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, merujuk pada UUD 1945 pasal 1 ayat 1 dengan bunyi, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Ketentuan ini dijelaskan dalam pasal 18 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kota dan kabupaten, yang tiap-tiap kota, kabupaten dan provinsi itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.” 28 Oktober 1928 di Batavia (kini bernama Jakarta). Para pemuda sebagai calon- calon penguasa negeri ini sudah Bersama- sama mengingklarkan janji yang mana Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Inilah cikal bakal yang mempersatukan seluruh wilayah yang berada dibumi Indonesia dan mereka berpendapat hanya ada nama satu yaitu Indonesia tidak ada lagi yang Namanya Nyong Manado, Nyong jawa, Nyong Ambon yang ada hanya Indonesia, jika Indonesia terpecah maka hilangkan sumpah pemuda, dan UUD 45, dan ini pernah terjadi Ketika Indonesia berubah menjadi Negara RIS atau Repblik Indonesia Serikat, terjadi ketimpangan dan kecemburuan Sosial yang tinggi, mengapa itu terjadi, karena setiap wilayah diberikan Otonomi yang seluas- Luasnya untuk mengatur pemerintahanya sendiri tampa ada intervensi negara Pusat, namun dengan menjadi negara kesatuan Republik Indonesia, diatur sedimikian rupa agar dari sabang sampai Merauke tercipta kesejahteraan yang sama.
Mempertegas sistem presidensiil, sebelum kita membahas ini ada baiknya kita mengetahui dahulu apa itu system pemerintahan presidensial. Sistem presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif. Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu :
· Presiden yang dipilih rakyat
· Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
· Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Kesepakatan untuk mempertahankan sistem presidensial dimaksudkan untuk mempertegas sistem presidensial dalam UUD 1945 agar tidak Kembali kepada sistem parlementer sebagaimana terjadi pada era parlementer tahun 1950-an yang dipandang telah melahirkan instabilitas politik nasional. Dengan demikian, pada hakikatnya kehendak untuk mempertahankan sistem presidensial adakah untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dan efektif. Namun pada masa ini Ketika saya melihat bahwa ingin dipertegaspun saya melihat Abu- Abu satu sisi Presiden Jokowi sudah sangat menjaga Marwah presidensial ini, namun beliau tetap ditarik- Tarik oleh banyaknya kepentingan partai sebagai partai Koalisinya dan diobok- obok oleh partai oposisinya, kalua boleh saya menilai pada saat ini ingin menjadi presedensial murni belum bisa namun saya lebih cenderung melihat campuran yaitu presidensial dan parlementer.
Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh), Keberadaan Penjelasan UUD 1945 selama masa Orde Baru menimbulkan masalah yuridis karena sering menjadi dasar penafsiran bagi praktik otoritarian Orde Baru, padahal kedudukan hukumnya tidak jelas, apakah Penjelasan UUD 1945 termasuk bagian dari UUD atau hanya memorie van toelechting yang tidakbersifat mengikat. Selain itu secara teoretik tidak dikenal adanya Penjelasan atas suatu UUD di negara manapun. Oleh karena itu, Penjelasan UUD 1945 harus dihapuskan, tetapi muatan yang bersifat normatif dimasukkan ke dalam batang tubuh.
Perubahan dilakukan dengan cara “adendum” Perubahan dilakukan secara ‘adendum’ dimaksudkan untuk tetap melestarikan nilai historis UUD 1945 serta mempertahankan prinsip-prinsip para pendiri negara yang terkandung dalam UUD 1945. Secara politis, nilai historis UUD 1945 itu perlu dilestarikan karena terdapat sebagian rakyat Indonesia yang tidak menghendaki terjadinya amandemen atas UUD 1945. Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan selama empat kali ternyata memiliki kelemahan-kelemahan mendasar yang disebabkan oleh ketidakjelasan konseptual dalam kesepakatan dasar para anggota MPR serta terjadinya pergeseran paradigma dari demokratisasi kepada perubahan system pemerintahan. Akibatnya, banyak terdapat inkoherensi di antara asas-asas, kaidah-kaidah aturan-aturan dalam amandemen UUD 1945 yang menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan amandemen UUD 1945 secara efektif. Atas dasar kelemahan-kelemahan itu pula MPR membentuk Komisi Konstitusi untuk melakukan pengkajian secara komprehensif amandemen UUD 1945. Namun demikian, keberadaan amandemen UUD 1945 tetap merupakan capaian berharga bahkan merupakan suatu lompatan besar dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia mengingat upaya serupa pada tahun 1956–1959 menemui kegagalan. Bagaimanapun juga secara prosedural amandemen UUD 1945 telah berlaku secara efektif, sekalipun belum mampu membentuk pemerintahan yang efektif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu pada beberapa segi amandemen UUD 1945 semakin memperkuat paham konstitusionalisme dalam UUD 1945. Berkaitan dengan itu, diperlukan upaya lain untuk menyempurnakan UUD 1945 tanpa harus menunggu amandemen UUD berikutnya. Dalam konteks itu, peran Mahkamah Konstitusi RI menjadi sangat penting untuk menciptakan koherensi di dalam amandemen UUD 1945 melalui penafsiran konstitusi yang bersifat mengubah UUD 1945, sehingga kelemahan-kelemahan amandemen UUD 1945 dapat dirajut konsistensi dan koherensinya melalui putusan-putusan NKRI.
Berbagai kasus yang terkait dengan pengembangan karakter Pancasilais, seperti jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, dan cinta damai.
Petugas KRL Penemu Uang Rp 500 Juta Diangkat Jadi Karyawan Tetap
JAKARTA, KOMPAS.com — Dua petugas KRL yang menemukan uang Rp 500 juta di dalam kantong plastik hitam diangkat menjadi karyawan tetap di PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Kedua petugas tersebut, yakni Egi Sandi (24) dan Mujenih (34). Egi merupakan petugas pengawalan KRL, sedangkan Mujenih merupakan petugas kebersihan KRL. Sebelumnya, saat bertugas menjaga keamanan dan kebersihan kereta Commuter Jakarta-Bogor, Senin, 6 Juli 2020, Egi dan Mujenih menemukan kantong plastik hitam berisi uang tunai Rp 500 juta di kolong bangku prioritas salah satu gerbong. Tanpa pikir panjang, keduanya pun menyerahkan uang tersebut kepada petugas passanger service yang membantu mengembalikannya kepada sang penumpang. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Petugas KRL Penemu Uang Rp 500 Juta Diangkat Jadi Karyawan Tetap”
keputusan yang diambil berdasar pada prinsip musyawarah dan mufakat di lingkungan sekitar Kita.
Menghadiri Rapat Pemilihan RT, Ketika RT selaku Pejabat dilingkungan mengundang seluruh warganya untuk hadir pada waktu yang telah ditentukan seperti penggalangan dana untuk membantu tetangga yang Tertimba Musibah maupun untuk menjaga Lingkungan dengan cara Memasang CCTV, di Dalam musyawarah, semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Seseorang dalam musyawarah wajib menghormati pendapat satu sama lain.