PALANG PINTU DARI BETAWI
Kesenian yang terus dikembangkan dan dipopulerkan
Awal Mula saya terpikat dengan kesenian Palang Pintu Betawi atau Jakarta, Ketika lebaran Betawi yang mana biasa diselenggarakan satu minggu atau 2 minggu setelah Lebaran Idul Fitri, yang mana Lebaran Betawi ini diselenggarakan sebagai ajang silaturahmi masyarakat asli Betawi. Lebaran Betawi dilakukan oleh masyarakat Betawi yang mayoritas beragama Islam. Dulu, orang-orang Betawi bahkan lebih memilih libur bekerja untuk merayakan lebaran ini. Ketika lebaran, masyarakat Betawi dulu selalu merayakan dengan cara saling bersilaturahmi sesama warga kampung. Ketika Tulisan ini dibuat untuk memenuhi salah satu unsur pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan, dengan Dosen Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP.,M.I.Pol, pada saat bersamaan saya Rindu dan Kangen akan Lebaran Betawi ini yang mana pertama kali diselenggarakan Kembali pada masa Gubernur Fauzi Bowo, 18 Oktober 2008 silam, Dalam gelaran Lebaran Betawi pertama itu, ribuan orang Betawi dari seluruh penjuru Jakarta, Tangerang, dan Bekasi memadati Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, tempat festival tersebut diselenggarakan. Lebaran Betawi memang perayaan khas Betawi, dimana semua hal yang ada mulai dari makanan, atribut hiasan, hingga tarian dan semua hiburannya merupakan khas Betawi. Lebaran Betawi diselenggarakan atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Badan Musyawarah (Bamus) Masyarakat Betawi. Disana juga dapat dan yang mana penulis selalu menunggu Final lomba Palang Pintu, yang mana palang pintu adalah suatu permainan yang melambangkan banyak symbolic akan suatu makna kehidupan didalam berumah Tangga, dan yang paling penulis sukai adalah Roti Buaya sebagai symbolic yang mempunyai makna dan arti, dan juga kuliner khas Betawi seperti :
· Soto Betawi
· Kerak Telor
· Asinan Betawi
· Gado-gado
· Nasi Kebuli
· Roti Buaya
· Nasi Uduk Betawi
· Semur Jengkol
· Kue Cucur
· Lontong Sayur
· Pecak Lele
· Nasi Ulam
· Sayur Besan
Ketika tulisan ini dibuat dan disususn penulis teringat Kembali masa Indah penulis dengan seorang Wanita yang bernama Enggela yang sangat Antusias setiap Tahunnya untuk datang disetiap Lebaran Betawi, sampai Enggela berniat masuk dan memeluk Agama Islam, namun Allah berkehendak lain Ketika penulis sedang menyelesaikan Lomba Balab Drack Race diPropinsi Sumatra Selatan, penulis mendapatkan Khabar bahwa Enggela sudah terbaring sakit akibat Kangker Ganas yang tiada pernah dia bercerita pada penulis, namun yakin penulis, Enggela sudah berada disisi Allah SWT, Aminn.
Lalu apa itu palang Pintu dari Betawi atau yang dikenal dengan Jakarta adalah Salah satu tradisi adat pernikahan Betawi Palang Pintu. Tradisi unik ini berisi laga pencak silat, adu pantun, hingga pembacaan Al-Quran dan salawat. Palang Pintu ini adalah tradisi untuk membuka mahligai pintu pernikahan dan ketaatan atas norma adat yang berlaku di masyarakat setempat, Palang Pintu ini adalah tradisi untuk membuka mahligai pintu pernikahan dan ketaatan atas norma adat yang berlaku di masyarakat setempat, Hingga sekarang, tidak ada catatan yang menyebutkan kapan Palang Pintu bermula di Betawi. Namun, tradisi ini sudah diselenggarakan oleh tokoh Betawi Pitung (1874–1903) ketika akan memperistri Aisyah yang merupakan putri kesohor Betawi, Murtadho.
Saat itu, Murtadho dikenal sebagai Jawara Kemayoran. Untuk bisa mempersunting anak perempuannya, Pitung harus membuka Palang Pintu, melawan ayah calon Istrinya yaitu Murtadho dengan keterampilan silat dan beradu pantun. Konon ceritanya, Pitung berhasil menundukkan Murtadho dalam tradisi Palang Pintu dan menikahi Aisyah, sebagaimana dikutip dari buku Perosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu (2013), yang ditulis Bachtiar. Dalam bahasa Betawi, palang artinya penghalang agar orang atau sesuatu tidak bisa masuk/lewat. Artinya, tradisi Palang Pintu dimaksudkan agar pihak mempelai laki-laki membuka pintu restu dari mempelai perempuan. Kemudian, pintu (rumah pihak perempuan) dijaga oleh jawara sebagai penghalang. Jawara dari mempelai perempuan itu harus ditaklukkan oleh pihak laki-laki atau perwakilan jawaranya. Dalam prosesi Palang Pintu, akan diselenggarakan laga bela diri silat, adu pantun, serta pembacaan Al-Quran dan salawat. Ketiga aksi itu memiliki simbol masing-masing bagi kelangsungan keluarga yang akan dibangun oleh kedua pasangan.
1. Adu silat dimaksudkan agar pihak laki-laki, yang didalam adat Betawi berfungsi sebagai kepala keluarga, harus memiliki kemampuan menjaga dan melindungi keluarganya dari marabahaya.
2.Keterampilan berpantun bermakna bahwa laki-laki harus dapat menghibur keluarganya agar ceria dan bahagia. Selain itu, adu pantun juga sebagai lambang diplomasi dari pihak laki-laki untuk mencapai kata mufakat dengan keluarga perempuan.
3. Pembacaan Al-Quran dan salawat bermakna bahwa pihak laki-laki harus bisa menjadi imam yang baik bagi keluarganya, paham agama, dan menuntun anak-istrinya dalam kebaikan.
Dari asalnya tradisi Palang Pintu dianggap berasal dari Betawi Tengah dan Betawi Kota. Sementara itu, Betawi Pinggiran menyebut tradisi Palang Pintu dengan julukan Rebut Dandang. Tradisi Palang Pintu ini adalah salah satu dari rangkaian prosesi pernikahan adat Betawi yang terdiri dari Ngedelengin, Nglamar, Bawa Tande Putus, Buka Palang Pintu, Akad Nikah, Acare Negor, dan Pulang Tige Ari. Dilansir dari situs pemerintah Jakarta, tradisi Palang Pintu adalah simbol ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki. Untuk membuka pintu restu dari keluarga perempuan, jawara dari mempelai laki-laki harus bisa mengalahkan jawara dari tempat tinggal perempuan. Palang Pintu ini juga berfungsi sebagai upaya mendekatkan hubungan antar kampung dan antar keluarga. Seiring perkembangannya, Palang Pintu tidak hanya diselenggarakan dalam acara pernikahan, melainkan juga acara penyambutan tamu hingga peresmian kantor.
Namun semenjak Covid datang dari Kepulauan Wuhan negara Cina pada pada 2 Maret 2020, yang pertama kali datang diDepok, maka secara otomatis hampir tiada lagi penyelenggaraan Lebaran Betawi, dikarenakan alasan Protkes atau Protokol Kesehatan, namun alhamdulillahnya saya sempat membuat dan menyimpan sebuah rekaman berupa video Bersama Enggela Ketika lebaran Betawi diselenggarakan dilapangan Ikada atau yang lebih dikenal dengan nama Monas, disana kami makan semua kuliner Khas Betawi, Enggela sangat suka dengan Nasi Uduk, Asinan Betawi, Soto Betawi, dan dia pasti merajuk pada penulis Jika tiada dibelikan yang Namanya boneka ondel- ondel, dan kerak Telor, dan minumannya adalah bir pletok yang mana minuman ini tiada memabokan, jika semua itu tiada syarat terpenuhi maka dia nak merajuk selamaae 3 hari, setelah itu saya diminta nak cari semua Hasrat hatinya, jika tidak didapatkan maka dia meminta dibuatkan oleh Incang dan Incing penulis yang tinggal Dikemayoran, merekalah akan akan membuatkan semua untuk Enggela.
Alhamdulillah karena syarat untuk dapat Lulus pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan, dengan Dosen Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP.,M.I.Pol, saya dapat bercerita pada Istri ku, tampa dia marah ataupun merajuk, dan dia bahkan bertanya siapa Wanita yang ada didalam Video tersebut, penulis bercerita tampa ada yang penulis tutup tutupi, memang benar penulis memakai Jurus Raffie Achmad, setelah itu minta maff, maka sambil menangis dia memeluk penulis seraya berkata :”Bebby saya ingin berziarah kemakam Enggela, setelah Covid ini mereda, karena telah mempercayakan seorang lelaki yang keras dan pemarah, Ketika pasangannya membuat kesalahan serta menunjukan kesalahan tersebut, dia bisa menjadi lelaki yang sangat Romantic, dia bisa menjadi Teman, sahabat, kakak, bahkan adik, serta pengawal dan menjadi Imam buat aku, aku izinkan kamu membuat blog ini dan mengirimkan video tersebut kedalam youtube dengan satu syarat edit yang ada Enggelanya, bukan akau cemburu ataupun marah, sepertinya tidak elok orang yang sudah tiada untuk terus diratapi dan menyalahkan diri mu Babby, nanti langkahnya berat disana, aku Janji, pada hari Jadi kamu kita kemakam Enggela, dimalysia, dengan membawakan dia ondel- ondel, Birpletok dan kerak telur ya, terima kasih babby kamu telah mau menjaga adik ku Fajar Achmad Triady yang sakit itu.”