FAJAR ACHMAD TRIADY
105200800
PERBEDAAN PEMBERIAN HADIAH DAN GRATIFIKASI
Pemberian Hadiah secara Iklas , Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS. al-Nahl/16: 90). Jadi memberi hadiah sejatinya adalah perintah Allah SWT. Dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan, “memberi kepada kaum kerabat”. Maksudnya, menurut pengarang Tafsir Jalalain, mereka dinyatakan secara khusus dalam ayat ini, sebagai pertanda bahwa mereka harus dipentingkan terlebih dahulu. Begitu juga kiranya dalam soal memberi hadiah, hendaknya kaum kerabat atau famili terdekat diberi prioritas. Hal ini tentu akan Berbeda dengan sedekah, terutama sedekah wajib atau zakat, kaum kerabat yang fakir dan miskinlah yang harus diutamakan. Dalam yurisprudensi Islam, hadiah bukanlah sedekah kendati bernilai ibadah. Hadiah dapat diberikan kepada siapa saja, tanpa memandang miskin ataupun kaya, namun tidak demikian halnya untuk sedekah dan zakat.
Sedangkan Gratifikasi adalah semua pemberian yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN), Oleh karena itu gratifikasi memiliki arti yang netral, sehingga tidak semua gratifikasi merupakan hal yang dilarang atau sesuatu yang salah.
Gratifikasi adalah “pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik’!
Pemberian Hadiah secara iklas, tidak dilarang dan juga melambangkan dan mengamalkan Pancasila dari sila ke2, kemanusiaan yang adil dan beradab, dimana memberikan hadiah itu tidak menjadi masalah asalkan tidak mengininkan embel- embel dibelakangnya atau mengaharapkan suatu imbalan atas suatu pekerjaan ataupun Jasa yang sedang atau yang akan dilakukan yang mana tidak sesuai dengan mekanisme ketentuan peraturan yang berlaku didalam Yurisdiksi hukum Indonesia.
Sedangkan Gratifikasi berdasarkan Gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi baru yang diatur dalam Pasal 12B dan 12C UU Tipikor sejak tahun 2001 . Namun, jika penerima gratifikasi melaporkan pada KPK paling lambat 30 hari kerja, maka Pn/PN dibebaskan dari ancaman pidana gratifikasi. Berikut adalah pasai yang mengatur tentang gratifikasi:
1. Setiap gratifikasi kepada Pn/PN dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
2. Pidana bagi Pn/PN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp I (satu miliar rupiah).
a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b. Penyampaian laporan sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Selain itu, Pasal 16 UU №30/2002 tentang KPK, juga mengatur bahwa, setiap Pn/PN yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan. KPK menerbitkan Peraturan KPK (Perkom) Nomor: 02 Tahun 2014 dan Perkom Nomor: 06 Tahun 201 5 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi. Untuk menjelaskan lebih jauh, KPK juga menerbitkan Pedoman Pengendalian Gratifikasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 16 Perkom tersebut.
Jadi dalam pemberian Hadiah dimana tidak mempengaruhi suatu keputusan apapun, namun Gratifikasi bisa terjadi melawan Hukum jika mana dalam pemberian itu mempengaruhi suatu keputusaan.
2.Pengembangan Iptek yang tidak sesuai dengan nila- inilai Pancasila sebagai berikut
a. Pada Sila pertama Yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Tidak Boleh Mengembangkan Teknologi dengan menggunakan uang investasi Negara yang haram, serta menerima Uang dari Pihak- pihak Asing yang ingin Merusak Keharmonisan Beragama Di Indonesia.
b. Pada Sila Kedua Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, Tidaklah Boleh mengembangkan Teknologi dengan Tujuan pengembangan Virus maupun Nuklir yang bertujuan untuk merusak kehidupan kedamaian hidup manusia yang adil dan beradab.
c. Pada Sila Ketiga Persatuan Indonesia. Dimana dalam Mengembangkan Teknlogi bertujuan untuk merusak persatuan dan kesatuan didalam Tubuh NKRI, sehingga bertujuanmenciptakan disintegrasi bangsa ini, tidak boleh terjadi dalam negara Indonesia.
d. Pada Sila keempat. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, Dimana dalam Mengembangkan Teknologi untuk membungkam atau tidak boleh ada krtikan kepada pihak- pihak tertentu, dimana Rakyat Indonesia diberikan kebebasan yang seluas luasnya yang bukan berarti kebablasan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku didalam negara ini.
e. Pada Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dalam Hal ini dalam mengembangkan teknologi tidaklah boleh atau tidak dipekenankan untuk membuat suatu jarak pada suatu golongan tertentu, sehingga menimbulkan kecemburuan Sosial.
3. Tokoh Publik dan Ilmuwan yang Pancasilais
Farid Jayen Soepardjan yang selama ini dikenal publik sebagai Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila, Minggu (19/11/2017) malam mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Pemuda Penggerak Pertama Milenial Pancasila dari Hendropriyono Stratgic Consultant (HSC). Farid Jayen dinilai menjadi salah satu tokoh penggerak yang selama inj aktif menggelorakan semangat selalu mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan nilai-nilai Pancasila. “Penghargaan ini saya kira pantas disematkan bagi Farid Jayen yang mampu menggerakkan generasi milenial untuk menjadi generasi yang Pancasila. Dia bertindak bukan hanya berwacana untuk mendorong generasi muda agar selalu ingat filosofi Pancasila dan sadar akan ideologi tersebut,” ungkap AM Hendropriyono sesaat setelah memberikan penghargaan. Farid Jayen mengakui penghargaan yang diterima hari ini merupakan sesuatu yang sangat spesial sekaligus menjadi ujian berat dalam kehidupannya kedepan. “Saya sangat bersyukur dapat penghargaan bertepatan dengan hari ulang tahun saya namun juga mendapat ujian berat karena secara tak langsung harus terus konsisten memaknai dan mengamalkan Pancasila dalam hidup kedepan,”. Bukan berarti ditempat saya tinggal tidak pancasilais, namun sejauh pengamatan saya belum jumpa bahkan belum mengetahui ada tokoh tersebut dilingkungan saya.